IKET SUNDA dan Makna Filosofinya
Sampurasun...
Satu lagi artikel menarik yang saya baca pada harian Pikiran Rakyat ,sabtu 23 Maret 2013 berjudul "makna Filosofis Dalam "Iket" Sunda , saya akan coba rangkum tulisan bermanfaat ini.
Tidak ada bukti tertulis mengenai sumber sejarah tentang penamaan iket atau yang sekarang disebut rupa iket. Akan tetapi dalam perkembangan zaman, penamaan untuk rupa iket menjadi bagian dari kebudayaan yang mengandung nilai dan makna tersendiri.
Dalam perupaan iket, di dalamnya terkandung filosofi. Hal inilah yang membuat iket itu sendiri menjadi salah satu warisan leluhur yang menagndung nilai yang begitu tinggi adanya. Seperti filosofi yang terkandung dalam rupa iket Julang Ngapak yang konon dahulunya dipakai oleh para pandita kerajaan atau disebut purahita.
Diluar rupa atau penamaanya iket Sunda sendiri menagndung nilai makna filosofi yang sangat agung. Filosofi yang dikenal dengan sebutan Dulur Opat Kalima Pancer. Dulur opat merupakan empat inti kehidupan yaitu Api, Air, Tanah dan Angin. dan Kalima pancer mengandung makna yaitu berpusat pada diri kita sendiri. Secara garis besar, Dulur Opat Kalima Pancer memiliki arti bahwa empat elemen inti tersebut terdapat pada diri kita dan berpusat menyatu sebagai perwujudan diri.
Gambar beberapa model ikte sunda, pemakaian iket dan pakaian lengkap sunda pada sebuah acara sunda wiwitan |
Iket merupakan selembar kain yang dibentuk sedemikian rupa dan digunakan sebagai penutup kepala. Di tatar Sunda biasa disebut dengan totopong, iket, ataupun udeng ( istilah udeng hampir sama yang kita temukan di Bali ). Pemakaian iket berkaitan dengan kegiatan sehari - hari ataupun ketika ada perhelatan resmi seperti upacara adat dan musyawarah adat.
Penamaan atau rupa iket dikategorikan sesuai zamanya, yaitu iket buhun ( kuno ) dan iket kiwari ( sekarang ). Untuk iket buhun sendiri ada yang berupa bentuk iket yang telah menjadi warisan secara turun - temurun dari para leluhur, ada pula rupa iket yang lahir dari kampung adat. Sementara itu, untuk iket kiwari, iket tersebut merupakan rekaan dari beberapa orang yang memiliki rasa kebanggan terhadap budaya iket dan kreativitas dari nilai kearifan lokal.
Bahkan beberapa rupa iket kiwari itu sendiri masih memiliki ciri yang mengacu pada pola rupa iket buhun. Beberapa nama rupa iket buhun yang dikenal oelh sebagian besar umumnya adalah Barangbang Semplak, Parekos Jengkol, Parekos Nangka, dan Julang Ngapak. Parekos atau paros memiliki arti "menutup" bagian atas kepala atau hampir membungkus.
Filosofi yang terkandung di dalamnya berdasar kepada laku hisup seekor burung Julang / Manuk Julang ( Sundanese Wrinkled Hornbill ). Tipe burung ini sebelum mereka mendapatkan sumber air tersebut, mereka tidak akan berhenti mencari. Karakter inilah yang diadopsikan menjadi simbol sekaligus filosofi dalam rupa iket Julang Ngapak, yaitu bahwa kita jangan pernah lelah mencari sumber kehidupan ( ilmu, darma, dan jatidiri ) sebelum mencapai hasil yang diinginkan.
Mengenai iket kiwari yang telah berkembang saat ini, penamaan dan bentuk tetap berdasar kepada pola rupa iket buhun. Tanpa mengurangi nilai luhur dari warisan leluhur, begitu pun iket kiwari memiliki nilai - nilai filosofi di dalamnya. Hal inilah yang menajdi bagian Budaya yang bersifat kreatif, tetapi tetap memegang teguh nilai kearifan lokalnya. terutama di kalangan generasi muda. Mereka memiliki cara pandang yang berbeda dalam membentuk iket tapi tetap memiliki acuan terhadap satu garis penciptaan karya buhun ( kuno ).
Sampai sekarang pemakaian iket semakin populer terutama dikalangan remaja dan ini merupakan sebuah tindakan positif untuk lebih memahami budaya leluhur kita dan siapa jati diri kita. Hampir di setiap sudut jalan di kota Bandung khususnya banyak yang menjajakan iket - iket Sunda berbagai corak juga biasanya dijual juga pakaian komplit serta pernak - pernik Sunda seperti kalung kujang, pin kujang dan lain sebagainya. Mari kita dukung dan lestarikan Budaya memakai iket di kalangan remaja.
Sumber : harian Pikiran Rakyat ,sabtu 23 Maret 2013 berjudul "makna Filosofis Dalam "Iket" Sunda
Hatur Nuhun
Komentar