Prabu Siliwangi

Sampurasun....

Nama Prabu Siliwangi tidak asing lagi begitu kita masuk Jawa Barat tatar Pasundan. Beliau merupakan Raja Pajajaran yang sangat dihormati dan diyakini keberadaanya oleh rakyat Jawa Barat sebagai sosok pemimpin yang ideal dan dicintai rakyatnya. Memang saya akui banyak versi tentang keberadaan beliau.

Berikut tulisan tentang Prabu Siliwangi yang dikutip dari buku "Kebudayaan Sunda-Zaman Pajajaran jilid 2"tentang Prabu Siliwangi,buku ini sendiri ditulis oleh bpk.Edi Suhardi Ekadjati.

Pada bab. 4.3.3 Masalah Identitas Prabu Siliwangi ( pada buku yang sama ) berbagai sudut dicoba untuk mengidentifikasi keberadaan beliau. Dalam dokumen resmi kerajaan ( prasasti ) hanya tercatat nama - nama Prabu Raja Wastu, Ranghyang Niskala Wastukancana, Rahyang Ningratkancana, dan Sri Baduga Maharaja sebagai raja Sunda. Dalam sumber primer berupa naskah pun nama Prabu Siliwangi sebagai raja Sunda tidak dijumpai. Dalam Sanghyang Siksa Kandang Karesian yang disusun tahun 1518 nama Siliwangi itu disebutkan sebagai judul cerita pantun ( atja & Saleh Danasasmita,1981a:14,40) tanpa dijelaskan lebih jauh mengenai identitasnya dan juga bagaimana isi ceritanya. Tetapi dari cerita pantun Siliwangi oleh juru pantun dari Kab.Bogor pada tahun 1986 jelas yang dimaksud Siliwangi adalah raja Pajajaran terbesar. jika isis cerita pantun itu ternyata sama dengan isi cerita pantun Siliwangi yang disebut pada Sanghyang Siksa Kandang Karesian, maka berarti pada tahun 1518 nama Siliwangi sebagai raja Pajajaran telah menjadi tokoh sastra, tokoh legenda, dan tokoh budaya.

Foto lukisan ini saya ambil di kediaman Kang Lalam Wiranatakusumah,
di Padepokan Wangisagara, Majalaya, Jawa Barat

Pada Bab 4 dengan judul Prabu Siliwangi : Pahlawan Kebudayaan Sunda. Berikut sekilas kutipan prolog bab 4 tentang Prabu Siliwangi "Prabu Siliwangi adalah tokoh yang hanya dikenal dalam cerita mitologis dan legendaris masyarakat Sunda, dipercayai sebagai raja Padjajaran terbesar, terideal,dan terakhir. Dialah raja Pajajaran yang dapat dipandang sebagai pahlawan kebudayaan sunda : putera raja dari permaisuri,wajahnya tampan, dibesarkan di dalam keraton,tetapi masa mudanya penuh cobaan dan keprihatinan.
 Dengan keberanian,kekuatan fisik dan mental, serta kecerdikan yang luar biasa, akhirnya ia tampil sebagai pemimpin yang cendekia,kreatif,kerakyatan,bijaksana, dan kharismatik. Karena itu, beliau berhasil membawa rakyat dan negaranya mencapai kesejahteraan dan kejayaan. Keunggulan tokoh Prabu siliwangi dan Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahanya dituturkan dalam berbagai cerita pantun,babad,wawacan,dan folklor masyarakat Sunda.

 Akhir hayat Prabu siliwangi digambarkan secara misterius,legendaris,dan mitologis. Beliau memilih ngahiang ( menghilang ) raga dan nyawanya sebagai penyempurnaan eksistensinya dan pengikutnya yang setia berubah wujud menjadi harimau lodaya jadi-jadian ( maung lodaya kajajaden ).


Lukisan Prabu Siliwangi di Bandung TV, Bandung

Prabu Siliwangi dipercayai oleh masyarakat Sunda masih hidup secara rohaniah, karena sewaktu-waktu bisa diundang atau hadir sendiri di tengah-tengah orang Sunda. Beliau selalu melindungi orang Sunda dan tanah airnya pada saat - saat kesulitan dan keprihatinan. Tidak heran,apabila sampai sekarang nama tokoh ini dan atributnya diabadikan sebagai nama berbagai lembaga formal dan informal di Tanah Sunda. Prabu Siliwangi tergambarkan dalam diri orang Sunda sebagai tokoh legendaris dan tokoh mitologis.


Tatkala kesatuan tentara ( divisi ) untuk menunjang kelahiran negara Republik Indonesia di Jawa Barat ( Tanah Sunda ) terbentuk, pra komandannya bersepakat untuk menamainya Divisi Siliwangi. Nama tersebut diambil dari nama Prabu Siliwangi yang menjadi raja Pajajaran. Pemilihan nama tersebut didasarkan atas kebesaran dan keidealan Prabu Siliwangi dalam pandangan dan kepercayaan masyarakat Jawa Barat. Diharapkan dengan menggunakan nama Siliwangi dan kepala harimau sebagai lambang, tumbuh dan berkembang rasa percaya diri, kekuatan mental, dan semangat dalam berjuang untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan tanah air dan bangsa.

Pada tahun 1960-an di Bandung dipentaskan oratorium Wangsit Siliwangi yang mempertunjukkan lakon seolah-olah Prabu Siliwangi menurunkan wangsit ( amanat ) kepada para pemimpin dan masyarakat Jawa Barat ( Sunda ) agar kejayaan Kerajaan Pajajaran tercapai lagi.

Di lingkunagan Markas Komando daerah Militer ( KODAM ) Siliwangi terdapat satu ruangan khusus yang sengaja dibangun dengan suasana magis-religius yang dihubungkan dengan tokoh Prabu Siliwangi. Ruangan tersebut digunakan sebagai tempat pembinaan kekuatan mental dan semangat juang para prajurit KODAM Siliwangi.


Lukisan Proses NgangHyang / Moksa ( diambil dari
cover buku Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran,pen. Edi S. Ekadjati

Dalam buku yang sama halaman 126 ditulis : Berdasarkan uraian - uraian dan versi - versi bahwa Prabu Siliwangi itu bukan nama resmi Raja sunda, melainkan nama julukan yang berasal dari rakyat bagi raja Sunda yang besar jasanya dalam upaya menyejahterakan kehidupan rakyat, sesudah masa pemerintahan Prabu Maharaja (1350-1357). Prabu Maharaja sendiri mendapat nama julukan Prabu Wangi, karena dipandang sebagai raja yang besar jasanya dalam mempertahankan kedaulatan dan kehormatan negara dalam peristiwa Bubat. Prabu Siliwangi berarti raja yang menggantikan Prabu Wangi dan harum pula namanya ( asilih wewangi ). Baik dalam pengertian pertama ( raja pengganti atau sesudah Prabu Wangi ) maupun dalam pengertian kedua ( raja yang besar jasanya terhadap negara dan rakyat ), raja Sunda yang identik dengan tokoh sastra ( Prabu Siliwangi ) adalah Prabu Niskala Wastukancana dan Sri Baduga Maharaja. Prabu Niskala Wastukancana merupakan putera Prabu maharaja, raja Sunda yang tewas di Bubat. Ia diwakili pamanya bernama Mangkubumi Suradipati ( 1357 - 1371 ) selama masa perwalian atau pemerintahan perantara, karena beliau masih kanak - kanak. Beliau tergolong raja Sunda yang adil dan bijaksana serta berhasil menyeimbangkan kehidupan jasadi dan ruhani, lama masa pemerintahanya ( 104 tahun ), dan berbagai lapisan masyarakat merasa berbahagia.

Sri Baduga Maharaja adalah cucu Prabu niskala Wastukancana dan raja Sunda yang memerintah selama 39 tahun ( 1482 - 1521 ), serta banyak upayanya bagi kesejahteraan rakyat, kesentosaan negara, dan kemajuan hidup beragama. Jadi, Prabu Siliwangi itu bukan nama resmi raja Sunda, melainkan nama julukan yang diberikan masyarakat Sunda kepada raja mereka yang berjasa besar dalam upaya menyejahterakan kehidupan rakyatnya. raja Sunda yang memenuhi kriteria untuk mendapat julukan Prabu Siliwangi adalah Prabu niskala wastukancana dan Sri baduga Maharaja. Selanjutnya, nama julukan tersebut yang dikenang terus oleh orang Sunda sepanjang zaman hingga sekarang, seperti halnya nama julukan Pajajaran bagi Kerajaan Sunda. Media kenanganya berupa tradisi lisan, tradisi tulisan dan akhir - akhir ini berupa karya - karya kreatif modern. ( sumber : Kebudayaan Sunda ,zaman pajajaran, penulis : Edi S.Ekadjati , penerbit Pustaka Jaya ) . Untuk lebih mendalam tentang sejarah Sunda dapat dibaca secara penuh buku yang saya sebutkan diatas.

Beberapa versi juga umum saya temui dari diskusi dan "padungdengan-padungdengan" dengan tokoh / budayawan yang total sunda wiwitan dimana beberapa diantaranya bisa melakukan dialog langsung dengan beliau. Mengingat sumpah beliau dimana akan kembali jika rakyat telah kembali ke ajaran leluhur, saya semakin tertarik dengan keberadaan Prabu Siliwangi. Memang versi yang saya pegang selama ini melihat kemampuan Prabu Siliwangi yang bisa melihat dimensi ke depan dan kecintaannya terhadap tanah air serta rakyat nya beliau. Dimana akan perubahan - perubahan besar dalam tatanan masyarakat mendatang baik dari sisi keyakinan dan perilaku masyarakatnya. Agar ajaran murni nusantara dan aliran baru yang masuk tidak menimbulkan konflik yang justru merugikan rakyat sendiri bahkan konflik diantara keluarga dan keturunan maka beliau pun memutuskan untuk NgangHyang diikuti pengikut - pengikut beliau yang setia kepada ajaran leluhur dan bersumpah akan kembali jika rakyat sudah kembali ke ajaran leluhurnya. Dalam rajah Sunda di tulis "bongan hayang ulang anting" artinya beliau bisa berada di dunia kita dan bisa berada di dimensi yang berbeda. Dan saat berada di tengah - tengah kitalah kita bisa melakukan dialog - dialog tentunya dengan seseorang yang sudah bisa.


Ini merupakan salah satu hasil karya sastra asli Sunda yang telah ada ratusan tahun yang silam, yaitu carita pantun. Sebagai ilustrasi di bawah ini tersaji sebuah ringkasan cerita pantun Mundinglaya di Kusumah.

MUNDINGLAYA DI KUSUMAH
Prabu Siliwangi menjadi raja di Pajajaran. Ia memiliki dua orang patih bernama Kidang Pananjung dan Gelap Nyawang yang berperawakan tinggi besar dan sakti. Pada suatu waktu, Prabu Siliwangi pergi bertapa ke Gunung Hambalang karena ingin mendapat putra dan istri untuk dijadikan prameswari, yaitu Nyi Padmawati, putri Pohaci Wirumananggay dari Kahyangan. Pada waktu Padmawati mengandung, ia menginginkan honje. Lalu raja menyuruh Lengser mencarinya ke Negara Kuta Pandek di Muara Beres. Dari Geger Malela, putra Rangga Malela di Muara Beres didapatkannya honje delapan pasak yang ditukarnya dengan uang delapan keton. Ketika itu, di Muara Beres Nyi Gambir Wangi pun tengah mengidam, sama menginginkan honje, tetapi honje sudah dijual kepada utusan Ratu Pajajaran. Lengser Muara Beres disuruh untuk mengembalikan uang empat keton, yang akan ditukar dengan honje empat pasak. Lengser Pajajaran menolaknya. Akhirnya kedua Lengser tersebut berperang memperebutkan honje. Tak ada yang kalah, kemudian mereka dilerei oleh Gajah Siluman. Honje akhirnya dibagi dua dengan perjanjian bahwa kedua bayi itu setelah dewasa harus dikawinkan. Nyi Gambir Wangi menginginkan terung pait yang ingin dimakannya berbagi dengan Padmawati. Terung itu dibelah oleh Patih Gelap Nyawang, sesudah itu Raja bersabda kepada seluruh rakyat bahwa bayi yang masih dalam kandungan itu sudah dijodohkan.

Nyi Padmawati dari Gunung Gumuruh melahirkan seorang putra laki-laki yang diberi nama Mundinglaya di Kusumah, sedangkan Nyi Gambir Wangi melahirkan seorang perempuan yang diberi nama Dewi Asri. Prabu Guru Gantangan dari Negeri Kuta Barang sebagai ua Mundinglaya mengangkatnya sebagai putra, dengan alasan untuk dididik kesaktian. Mundinglaya menjadi sakti dan membuat takut Guru Gantangan bahwa kekuasaannya akan direbut oleh Mundinglaya. Oleh sebab itu, Mundinglaya dimasukkan ke dalam penjara besi kemudian ditenggelamkan ke dalam Leuwi Sipatahunan. Paman Mundinglaya, yaitu Jaksa Seda Kawasa, Aria Patih Sagara, Gelap Nyawang dan Kidang Pananjung berpirasat jelek terhadap Mundinglaya. Kemudian menyusulnya ke Kuta Barang dan memarahi Prabu Guru Gantangan. Akan tetapi, Mundinglaya dibiarkannya sebagai suatu ujian keprihatinan. Hal itu tidak dikabarkan kepada ibu dan ayahandanya di Pajajaran. Pohaci Wiru Mananggai mengirimkan impian kepada Padmawati bahwa dia harus mendapat lalayang kencana milik Guriang Tujuh di Sorong Kencana. Padmawati menyampaikan mimpi itu kepada raja. Waktu disayembarakan kepada putra dan para ponggawa tidak ada yang sanggup mencarinya. Oleh karena itu, Padmawati yang memimpikannya harus membuktikannya sendiri. Kalau tidak akan dipenggal kepalanya. Nyi Padmawati teringat kepada putranya Mundinglaya, lalu menyuruh Gelap Nyawang dan Kidang Pananjung untuk menjemputnya di Kuta Barang. Mundinglaya diambil dari Leuwi Sipatahunan lalu dibawa ke Pajajaran. Mundinglaya menyanggupi untuk mendapatkan Layang Kencana. Kemudian ia berangkat diantar oleh Patih Jaksa Seda Kawasa, Gelap Nyawang, Kidang Pananjung, Patih Ratna Jaya, dan Liman Sanjaya, dari Gunung Gumuruh beserta Lengsernya. Dengan perahu kencana ciptaan Kidang Pananjung mereka berlayar melalui Leuwi Sipatahunan dan Bengawan Cihaliwung. Sampailah di Muara Beres, lalu Mundinglaya menemui tunangannya Dewi Asri. Kemudian Mundinglaya meneruskan perjalannya. Di Sanghyang Cadas Patenggang semua pengantarnya ditinggalkan di dalam perahu.

Di dalam perjalanan, di sebuah hutan belantara, Mundinglaya bertemu dengan Yaksa Mayuta. Dia dikunyah, lalu ditelan raksasa itu. Setelah mengambil azimat raksasa di langit-langit mulutnya, yang kemudian ditelannya, Mundinglaya bertambah sakti. Kemudian Yaksa Mayuta dapat dikalahkannya. Mundinglaya meneruskan perjalanannya ke langit, menemui neneknya di Kahiyangan untuk meminta Lalayang Kencana yang diimpikan ibunya. Oleh neneknya, Wiru Manunggay, Mundinglaya diperintahkan menjadi angin supaya dapat menerbangkan Lalayang Kencana. Angin puting beliung menerbangkan Lalayang Kencana, lalau disusul oleh Guriang Tujuh. Guriang Tujuh perang dengan Mundinglaya sampai meninggal oleh keris mereka. Sukma Mundinglaya keluar dari jasadnya, lalu mengisap sambil mementerakan supaya hidup kembali. Prabu Guru Gantangan di Negara Kuta Barang, mempunyai putra-putra angkat, seperti Sunten Jaya, Demang Rangga Kasonten, Aria Disonten dan Dewi Aria Kancana. Sunten Jaya diperintahkan ayah angkatnya melamar Dewi Asri karena mendengar bahwa Mundinglaya sudah meninggal oleh Guriang Tujuh. Sunten Jaya yang angkuh dan buruk perangainya bersaudara angkatnya pergi ke Muara Beres meminang Dewi Asri kepada kakaknya, raden Geger Malela. Dewi Asri menolak lamaran Sunten Jaya karena sudah dipertunangkan dengan Mundinglaya. Akan tetapi karena dipaksa, ia menerima pinangan itu dengan sarat bahwa Sunten Jaya harus memenuhi permintanyaannya, yaitu sebuah negara dengan segala isinya. Sunten Jaya marah karena tidak mungkin permintaan itu dapat dipenuhinya. Namun permintaan itu disanggupi oleh Prabu Guru Gantangan. Dewi Asri yang dipaksa menikah dengan Sunten Jaya membuat bermacam ulah dengan tujuan agar pernikahan batal.

Logo KODAM III SILIWANGI
Mundinglaya yang sudah hidup kembali dan sedang bertapa mendapat pirasat buruk, ia bermimpi kepalanya diserang topan, tiangnya patah, kapal pun pecah dan karam di laut. Dia ingat kepada tunangannya. Waktu dilihatnya tabir mimpi tersebut, tampak olehnya bahwa Dewi asri sedang dinikahkan dengan Sunten Jaya. Mundinglaya berpamit kepada neneknya. Sudah dihadiahi buli-buli berisi air cikahuripan dan keris pusaka, Mundinglaya turun dari Jabaning Langit membawa Lalayang Kencana disertai Munding Sangkala Wisesa jelmaan Guriang Tujuh. Setibanya di Sanghyang cadas Patenggang dijemputnya pamannya yang ada di dalam perahu. Selanjutnya Kidang Pananjung memantrai Sangkala Wisesa sehingga tidur lelap. Dewi Asri mendapat firasat, lalu dia menciptakan bantal guling menjadi dirinya kemudian ia mandi di sungai dan bertemulah dengan Mundinglaya.

Dewi Asri pergi bersama Mundinglaya berlayar naik perahu kencana. Munding Sangkala Wisesa dibangunkan dari tidurnya, kemudian disuruh pergi ke Muara Beres untuk mengamuk seluruh prajurit, Patih Halang Barang dan Prabu Guru Gantangan. Kepada Raden Geger Malaka, Sangkala Wisesa mengatakan bahwa ia sedang mencari saudaranya Mundinglaya. Oleh Geger Malela diterima lalu dibawa ke dalam keraton. Mundinglaya dan Dewi Asri pergi bersama-sama ke Muara Beres mengadakan perarakan. Setibanya di keraton, kemudian mereka naik ke papanggungan kancana dan bersantap bersama. Sunten Jaya akhirnya mengetahui bahwa ia ditipu lalu ia naik ke papanggungan untuk memerangi Mundinglaya.  

Namun terkena mantra Mundinglaya, ia menjadi tak berdaya. Dewi Asri dan Mundinglaya lalu menikah. Sementara itu, Jaksa Pajajaran, Demang Patih Rangga Gading, Paman Murugul Matri Agung dan Purwakalih datang ke Muara Beres menilah yang menikah dan akan melerai pertengkaran. Sunten Jaya datang meminta kembali meminta harta bendanya yang sejumlah 25 kapal. Rangga Gading bertanya, siap yang mula-mula melamar Dewi Asri? Rakyat Kuta Barang semua memihak kepada Sunten Jaya karena Sunten Jayalah yang lebih dahulu melamar. Tetapi Patih Gajah Siluman dari Karang Siluman menyuruh Lengser Pajajaran menceritakan asal mula hubungan kedua putra-putri itu. Akhirnya mereka mengetahui bahwa Mundinglaya dan Dewi Asri sudah dijodohkan sedang dikandung. Sunten Jaya harus mengalah tetapi dia marah dan menantang perang kepada Mundinglaya. Namun Sunten Jaya dan pasukannya dikalahkan oleh Munding Sangkala Wisesa.

Mundinglaya berbahagia menjadi pengantin baru yang kaya raya. Dia diangkat menjadi raja muda yang berpermaisurikan Dewi Asri dan Ante Kancana, adik Sunten Jaya. (Dari Struktur Cerita Pantun Sunda: Alur karya Tini Kartini, dkk.)

Demikian dapat saya rangkum mengenai sosok Prabu Siliwangi, semoga bermanfaat dan jangan pernah berhenti untuk mempelajari dan menggali sejarah karena banyak pelajaran yang bisa kita petik dari sejarah.

Cag...
Rampes....

Hatur Nuhun







Komentar

Postingan Populer