Tulisan Tentang KUJANG
Sampurasun....
Kujang merupakan salah satu warisan budaya yang sangat penting yang sangat penting. Kentalnya budaya lisan di Jawa Barat membuat referensi tentang kujang pun sangat sedikit. Dalam makalah, Haris sukanda Natasasmita menyatakan, secara etimologi kujang berasal dari kata kudi hyang atau kudi hiyan atau kudyang. Artinya kurang lebih, kudi yang suci dan dikhususkan untuk upacara/pegangan pribadi. Bentuk kudi lebih sederhana dibandingkan dengan kujang. Kudi ada lebih dahulu baru Kujang. Kudi tidak hanya berada di Jawa Barat, tetapi juga tersebar di hampir seluruh wilayah Nusantara.
Berdasarkan cerita dalam Pantun Bogor, Anis Djatisunda menyebut nama - nama kujang berdasarkan kemiripan dengan figur binatang, yakni kujang ciung,jago,kuntul,bangkong,naga dan badak. Adapun berdasarkan fungsi, kujang dibagi dalam beberapa kategori, yakni pusaka, pakarang ( alat berperang ), pangarak ( alat upacara ), dan pamangkas ( alat pertanian ). Dari segi ini, kujang digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat dari hierarki terbawah hingga lapisan elite saat itu.
Hingga sekarang sebagian masyarakat masih menggunakan kujang sebagai alat pertanian, seperti masyarakat Sunda pancer Pangawinan ( tersebar di wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, serta Bogor dan Sukabumi di Provinsi Jawa Barat ) serta masyarakat Sunda Wiwitan Urang Kanekes ( Baduy ) di Lebak,Banten. Ada ungkapan agraris yang sangat lekat dengan keberadaan kujang, yakni unggah kidang turun kujang. Artinya kujang bisa digunakan untuk mengawali kegiatan berladang ketika rasi bintang kidang telah terlihat di timur saat subuh dan mereka menggunakan lubang - lubang pada kujang untuk menandai kemunculan rasi bintang itu.
Kujang merupakan peralatan multifungsi. Selain sebagai senjata, kujang sangat dekat dengan kegiatan sehari - hari. Bagian ujung ( papatuk ) yang runcing bisa digunakan untuk mencungkil. Bagian gerigi pada punggung kujang ( eluk ) bisa digunakan untuk menandai kayu/bambu sebelum digergaji. Lengkung kecil pada bagian perut kujang ( tadah ) bisa difungsikan untuk menatah. Dan bagian mata bisa dimanfaatkan untuk merapikan pembuatan tusuk dari bambu atau lidi.
Sebagai alat pertanian, bentuk kujang sangat sederhana. Adapun sebagai pusaka dan pengarak, kujang sangat artistik dengan hiasan pamor ( pola akibat perbedaan jenis bahan logam ). Pamor yang umum dikenal adalah tutul dan sulangkar.
Kekayaan sejarah dan nilai filosofis membuat kujang layak dilestarikan bukan hanya sebagai sekedar lambang atau cinderamata.
Berikut saya ulas mengenai artikel di koran Kompas 26 Januari 2008 dengan judul "Kujang, Maskot Yang Terpinggirkan" ditulis oleh Lis Dhaniati.
Begitu masuk wilayah Jawa Barat pasti kita ga asing dengan nama Kujang, yup Kujang merupakan salah satu senjata peninggalan rakyat Jawa Barat. Memang kita sangat jarang menemuinya dipasaran karena Kujang ini justru banyak disimpan sebagai benda pusaka. Kebanyakan kita menemui sosok Kujang ini dalam bentuk gantungan kunci, pin atau bentuk cinderamata lainnya. Dan nama kujang juga akrab kita dengar pada nama kesatuan militer, pupuk dan semen.
Berdasarkan cerita dalam Pantun Bogor, Anis Djatisunda menyebut nama - nama kujang berdasarkan kemiripan dengan figur binatang, yakni kujang ciung,jago,kuntul,bangkong,naga dan badak. Adapun berdasarkan fungsi, kujang dibagi dalam beberapa kategori, yakni pusaka, pakarang ( alat berperang ), pangarak ( alat upacara ), dan pamangkas ( alat pertanian ). Dari segi ini, kujang digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat dari hierarki terbawah hingga lapisan elite saat itu.
Hingga sekarang sebagian masyarakat masih menggunakan kujang sebagai alat pertanian, seperti masyarakat Sunda pancer Pangawinan ( tersebar di wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, serta Bogor dan Sukabumi di Provinsi Jawa Barat ) serta masyarakat Sunda Wiwitan Urang Kanekes ( Baduy ) di Lebak,Banten. Ada ungkapan agraris yang sangat lekat dengan keberadaan kujang, yakni unggah kidang turun kujang. Artinya kujang bisa digunakan untuk mengawali kegiatan berladang ketika rasi bintang kidang telah terlihat di timur saat subuh dan mereka menggunakan lubang - lubang pada kujang untuk menandai kemunculan rasi bintang itu.
Kujang merupakan peralatan multifungsi. Selain sebagai senjata, kujang sangat dekat dengan kegiatan sehari - hari. Bagian ujung ( papatuk ) yang runcing bisa digunakan untuk mencungkil. Bagian gerigi pada punggung kujang ( eluk ) bisa digunakan untuk menandai kayu/bambu sebelum digergaji. Lengkung kecil pada bagian perut kujang ( tadah ) bisa difungsikan untuk menatah. Dan bagian mata bisa dimanfaatkan untuk merapikan pembuatan tusuk dari bambu atau lidi.
Sebagai alat pertanian, bentuk kujang sangat sederhana. Adapun sebagai pusaka dan pengarak, kujang sangat artistik dengan hiasan pamor ( pola akibat perbedaan jenis bahan logam ). Pamor yang umum dikenal adalah tutul dan sulangkar.
Kekayaan sejarah dan nilai filosofis membuat kujang layak dilestarikan bukan hanya sebagai sekedar lambang atau cinderamata.
Kujang buatan pengrajin dari Ciwidey |
Sekitar periode 2011 - 12-an pernak pernik Sunda mulai booming semenjak iket sunda yang konon beragam bentuknya di Jawa Barat digunakan oleh anak - anak pecinta musik underground. Tentunya ini patut disambut positif , tidak hanya iket sampai aksoris pakaian sunda atau pangsi, kalung kujang, pin kujang sampai karinding pun mulai akrab dengan anak muda saat ini. Di beberapa sudut kota Bandung makin banyak yang menjual aksesoris khas sunda ini, pelan tapi pasti anak - anak muda ini mulai mendalami sejarah kasundaan dan kearifan lokal sunda.
Perawatan Kujang dengan memberi minyak dengan kadar kimiawi tertentu yang disesuaikan jenis dan usia besi pada permukaan kujang menjadi salah satu cara perawatan kujang agar tidak cepat rusak dan berkarat.
Demikian tulisan ini saya tulis kembali karena kecintaan saya dengan budaya Sunda serta kaya akan filsafat hidup.
Hatur Nuhun....
Komentar